KONSEP MANAJEMEN BENCANA

A.    Konsep Manajemen Risiko

Menurut Syarief dan Kondoatie (2006), mengutip Carter (2001), manajemen risiko bencana melibatkan tindakan/penanggulangan (measures) terkait dengan pencegahan (prevention) dan mitigasi (pengurangan) melalui pengamatan dan analisis bencana yang sistematis, memperkuat, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan.

Konsep Manajemen Bencana yakni Manajemen Bencana disaster management sering disebut Pengelolaan Risiko disaster risk management atau juga Manajemen Risiko (risk management).

Proses Manajemen Bencana:

·         Penilaian risiko (risk assessment)

·         Pengelolaan risiko (risk management)

·         Komunikasi risiko sebagai bagian penting dari manajemen risiko bencana

Menurut Tukino (2019) manajemen bencana pada saat prabencana adalah manajemen risiko bencana. Manajemen risiko bencana terdiri dari 2 bagian, yaitu pengkajian risiko dan pengelolaan risiko.

1)      Pengkajian risiko (Risk assessment)

Pengkajian risiko melalui beberapa tahapan :

a.       Identifikasi risiko bencana, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko, dalam hal ini meliputi (1) penyebab kejadian, yaitu bahaya (Hazard) dan (2) keadaan kerentanan manusia yang terpapar bahaya (vulnerability). sehingga dapat diketahui kemampuan mereka untuk menghadapi bencana tersebut.

b.      Menilai risiko merupakan upaya untuk mengukur seberapa besar risiko yang akan terjadi. Ini didapat dari perhitungan risiko yang merupakan fungsi dari bahaya (hazard) X kerentanan (vulnerability) – R = H X V. Kerentanan memiliki elemen kapasitas. Hasil penilaian risiko memberikan gambaran tingkat risiko bencana tinggi, sedang dan rendah.

c.       Mengevaluasi risiko adalah upaya untuk memprioritaskan risiko yang harus ditangani, tetapi tidak semua risiko tinggi perlu ditangani.

2)      Pengelolaan risiko (Risk treatment)

Alternatif penanganan risiko meliputi:

a.       Menghindari risiko (pencegahan), dilakukan jika risiko yang timbul tidak dapat diatasi maka harus dihindari..

b.      Dengan cara relokasi, membuat peraturan tata ruang yang melarang berada di lokasi tersebut.

c.       Mengurangi risiko (mitigasi), dilakukan pada saat risiko masih dapat dikelola. Upaya mitigasi selanjutnya dapat berupa mitigasi struktural maupun non struktural.

d.      Pengalihan risiko (transfer), adalah pengalihan risiko kepada pihak lain untuk mengurangi beban pengambil risiko. Ini dilakukan dengan membayar premi asuransi.

e.       Penerimaan risiko (Risk Acceptance) adalah risiko sisa yang harus diterima setelah upaya-upaya di atas dilaksanakan.

 

Konsep Umum Manajemen Bencana:

·         Perencanaan (planning)

·         Pelaksanaan (organizing and action)

·         Monitoring dan Evaluasi (controling)    

Dalam buku Yuantari (2019), konsep umum manajemen bencana meliputi;

•         perencanaan (planning),

•         pengorganisasian (organizing),

•         kepemimpinan (directing),

•         pengorganisasian (coordinating)

•         pengendalian (controlling).

 

B.     Perkembangan Manajemen Bencana

•         Masa Sebelum Modern

Manajemen bencana dan pengelolaannya dimulai bersamaan sejak munculnya bencana dimuka bumi yang dialami manusia.

•         Masa Modern

Pada masa modern pengelolaan bencana secara keseluruhan telah diterapkan  hampir di seluruh dunia, meski didominasi dengan pendekatan respon atau pada saat bencana.


Model Manajemen Bencana (Sudibyakto dkk (2017) dan Oxfam (2012):

1)      Disaster Mangement Continuum.

 Model Tahapan penanggulangan bencana dalam model ini meliputi keadaan darurat, pertolongan, pemulihan, pemulihan, mitigasi, Kesiapsiagaan, dan peringatan dini. ( emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.

2)      Pre-During-Post Dissater

Model Tahap kegiatan di sekitar bencana yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Seringkali digabung dengan disaster management continuum model.

3)      Contract Expand Model

Model ini beranggapan bahwa setiap tahapan manajemen bencana yang meliputi (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) dilaksanakan di daerah rawan bencana. Perbedaan antara situasi bencana dan non-bencana adalah bahwa tahap-tahap tertentu dari bencana (darurat dan bantuan) lebih berkembang dan tahap-tahap lain seperti pemulihan, rekonstruksi dan mitigasi kurang ditekankan.

4)      The Crunch and Release Model

Manajemen bencana ini menekankan pada penanggulangan bencana dengan mengurangi kerentanan.

5)      Disaster Risk Reduction Framework

Menekankan upaya penanggulangan bencana untuk mengidentifikasi risiko bencana berupa kerentanan dan bahaya serta mengembangkan kapasitas untuk memitigasi risiko tersebut.

 

C. Siklus Manajemen Bencana  





D.    Tahapan Pengelolaan Bencana

 


E.     Perencanaan untuk Pengelolaan Bencana

Perencanaan Penanggulangan Bencana  (Uu 24/2007 Pasal 36)

         Ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya

         Penyusunannya dikoordinasikan oleh Badan

         Dilakukan melalui penyusunan data tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana.

         Ditinjau secara berkala oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

1)      Rencana Mitigasi Bencana (Mitigation Plan)

Pada fase pra-bencana, rencana penanggulangan bencana dikembangkan dalam situasi non-bencana. Namun, ada rencana yang didedikasikan untuk tindakan pencegahan dan mitigasi bencana tertentu, yang disebut rencana mitigasi.

2)      Rencana Kontijensi (Contingency Plan)

Pada fase pra-bencana, rencana penanggulangan bencana dikembangkan dalam situasi non-bencana. Namun, ada rencana yang didedikasikan untuk tindakan pencegahan dan mitigasi bencana tertentu, yang disebut rencana mitigasi. Pada fase prabencana, rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat dalam situasi potensi bencana dikembangkan berdasarkan skenario bahaya tunggal, yang disebut rencana kontinjensi.

Suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis.

         Diarahkan pada satu jenis bencana

         Disusun berdasarkan skenario dan tujuan tertentu

         Ditetapkan tindakan teknis dan manajerial

         Disusun sistem tanggapan dan pengerahan sumberdaya

3)      Rencana Operasi (Operational Plan)

         Merupakan penerapan dari rencana kontinjensi yang diberlakukan pada saat terjadi kedaruratan.

         Rencana Operasi Kedaruratan tidak selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, sehingga rencana kontijensi perlu disesuaikan secara berkala.

Selama tanggap darurat, rencana tanggap yang mewakili penerapan/aktivasi rencana darurat atau kontinjensi yang telah disiapkan sebelumnya akan dilaksanakan. Namun pada dasarnya, konsep dan isi dari perencanaan dan operasi darurat adalah sama. Perbedaan antara kedua rencana tersebut adalah waktu persiapannya.

4)      Rencana Pemulihan (Recovery Plan)

         Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi bagian dari pembangunan pada umumnya. Oleh karena itu perencanaannya merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.

         Penyusunan rencana ini harus terintegrasi dalam perencanaan pembangunan sektor.

         Penyusunan rencana berdasarkan skala  prioritas Pada tahap ini dilakukan penyusunan rencana pemulihan (recovery plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pascabencana.

         Sebaliknya, apabila bencana belum terjadi, maka akan dilakukan penyusunan kebijakan/pedoman mekanisme tanggap darurat pascabencana untuk mengantisipasi kejadian bencana di masa mendatang.

 

F.     Tahapan Perencanaan untuk Pengelolaan Bencana

 


G.    Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Bencana


 

PEMANTAUAN

EVALUASI

Tujuan

Menilai kemajuan pelaksanaan program/kegiatan terhadap sasaran yang ingin dicapai

Menganalisis alasan sasaran dapat tercapai atau tidak

Pertanyaan

Sampai di manakah tingkat kemajuan yang dicapai dan sasaran yang ingin dicapai?

Apakah sasaran program/kegiatan tercapai?

Mengapa?

Bagaimana relevansi, keberlanjutan dan efektivitas program/kegiatan?

Lingkup

Komprehensif

Selektif

Metodologi

Menerjemahkan sasaran kepada Indikator kinerja dan target

Menilai faktor-faktor spesifik yang memengaruhi hasil pelaksanaan kegiatan

Mengukur kinerja dengan mengaitkan program/kegiatan sumber daya, target, tanggung Jawab, dan hasil

Apakah penyimpangan tersebut dapat dibenarkan

Pelaksanaan

Dilaksanaan terus-menerus atau secara berkala selama program/ kegiatan berjalan (kontinyu)

Umumnya dilaksanakan pada pertengahan dan akhir program/kegiatan

Manfaat

Laporan kemajuan

Memadukan hasil pembelajaran

Klarifikasi tujuan pelaksanaan program/kegiatan

Memberikan gambaran alternatif strategi

Peringatan dini terhadap permasalahan yang terjadi

Akuntabilitas penggunaan sumber daya

Alat kontrol

Pembelajaran tentang hal-hal yang dilakukan lebih baik pada masa yang akan datang

Akuntabilitas penyampaian input program/kegiatan







Referensi

Tukino, Mariany, A., & Koesuma, S. (2019). Panduan Pembentukan Pusat Studi. Bandung: Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana (FPT PRB).

Yuantari, C., & Hartini, E. (t.thn.). Buku Ajar Manajemen Bencana.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA